Perlu diketahui, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sempat mengatur secara lebih rinci mengenai tunjangan, bonus, dan gaji pengurus koperasi. Namun, regulasi tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013. Dengan demikian, dasar hukum yang berlaku saat ini kembali pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.
UU 25/1992 tidak secara eksplisit mengatur mengenai besaran imbalan pengurus koperasi, sehingga penentuan kompensasi menjadi urusan internal organisasi koperasi masing-masing, disesuaikan melalui forum RAT. Hal ini memberikan keleluasaan dan otonomi penuh kepada koperasi dalam menetapkan kebijakannya.
Menjaga Transparansi dan Kepercayaan Publik
Isu hoaks seputar gaji pengurus Koperasi Merah Putih menunjukkan pentingnya edukasi publik dan transparansi dalam pengelolaan koperasi. Sebagai inisiatif ekonomi berbasis gotong royong, keberhasilan Koperasi Merah Putih sangat bergantung pada kepercayaan dan partisipasi aktif masyarakat.
Dengan sistem pengambilan keputusan yang transparan dan partisipatif, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan dan penetapan gaji, koperasi diharapkan mampu menjadi motor penggerak kesejahteraan masyarakat secara kolektif. Klarifikasi resmi dari Kemenkop UKM pun menjadi langkah penting untuk menjaga citra koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, bukan sarana untuk kepentingan pribadi sekelompok orang. (tam)