Senin, 8 September 2025

Krisis Politik Thailand Memanas: DPR Gagal Dibubarkan, Nasib PM Baru Dipertaruhkan

Jumat, 5 September 2025 - 12:5

BERDIRI - Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai/ IG @phumthamwechayachai

MEGAPOLITIK.COM - Ketegangan politik di Thailand semakin memanas setelah permintaan Perdana Menteri sementara, Phumtham Wechayachai, untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ditolak.

Usulan tersebut, yang bertujuan mempercepat pemilu baru, digagalkan oleh Dewan Penasehat Kerajaan (Privy Council).

Langkah ini menambah ketidakstabilan yang sudah berlangsung di seluruh negeri.

Parlemen dijadwalkan memilih perdana menteri baru pada Jumat mendatang, setelah Paetongtarn Shinawatra dicopot dari jabatannya.

Perkembangan ini dinilai akan menentukan arah demokrasi Thailand di masa depan.

Akar krisis ini berawal dari putusan Mahkamah Konstitusi pada 29 Agustus, yang dalam voting 6-3 menyatakan Paetongtarn bersalah melanggar etika menteri.

Hal itu terjadi setelah ia melakukan pembicaraan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, terkait isu sensitif perbatasan.

Mahkamah menilai tindakannya inkonstitusional dan merugikan kepentingan nasional.

Paetongtarn, putri mantan PM Thaksin Shinawatra sekaligus Ketua Partai Pheu Thai, sebelumnya telah diskors sejak 1 Juli sambil menunggu putusan.

Pencopotannya menjadi pukulan kedua bagi keluarga Shinawatra, setelah Srettha Thavisin dilengserkan pada Agustus 2024.

Permintaan Pembubaran DPR Ditolak

Melansir Chiangraitimes, pada 3 September, Phumtham mengajukan permintaan kepada Raja Maha Vajiralongkorn untuk membubarkan DPR agar pemilu baru bisa digelar dalam dua bulan.

Langkah ini merespons desakan Partai Rakyat—oposisi terbesar saat ini—yang mendukung Anutin Charnvirakul dari Partai Bhumjaithai sebagai perdana menteri.

Partai Rakyat menuntut pemerintah baru membubarkan DPR dalam empat bulan agar rakyat dapat menentukan arah negara.

Phumtham menyebut langkah ini sebagai cara untuk “mengatur ulang” sistem politik dan memperbaiki demokrasi yang dianggap sudah tidak berjalan sehat.

Ia juga menyerukan referendum untuk mengubah Konstitusi 2017, yang banyak dikritik karena memperkuat kendali militer dan monarki. Sebagai alternatif sementara, ia menyarankan kembali ke Konstitusi 1997 yang lebih terbuka.

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id