MEGAPOLITIK.COM - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang kini dikenal dengan nama Whoosh, tengah menghadapi krisis finansial serius.
Utang proyek ini sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan telah membengkak menjadi lebih dari USD 7,2 miliar (sekitar Rp 116 triliun).
Beban bunga tahunan proyek ini mencapai hampir Rp 2 triliun, menambah tekanan finansial yang besar.
Namun, saat beban utang semakin berat, pemerintah saling lempar tanggung jawab mengenai siapa yang harus menanggungnya.
Menteri Keuangan Tegaskan Bukan Beban APBN
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa utang proyek Whoosh bukan merupakan utang pemerintah.
Ia menjelaskan bahwa tanggung jawab pembayaran utang sepenuhnya berada pada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang membawahi PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang saham mayoritas dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Menurut Purbaya, sejak seluruh dividen BUMN tidak lagi masuk ke kas negara dan dialihkan ke Danantara.
Maka Danantara memiliki kapasitas finansial yang cukup untuk menanggung beban utang tersebut tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Luhut: Siapa yang bilang utang Whoosh dibayar pakai APBN?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, “Siapa yang bilang utang Whoosh dibayar pakai APBN? Tidak ada!”
Ia menjelaskan bahwa pemerintah hanya sedang melakukan restrukturisasi pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) bersama pihak China.
Proses restrukturisasi ini telah disetujui pihak China dan tinggal menunggu Keputusan Presiden untuk membentuk tim khusus yang menangani hal tersebut.
Luhut juga menegaskan tidak ada pihak yang meminta APBN digunakan untuk membayar utang dan mempertanyakan mengapa hal ini menjadi perdebatan.