Kebijakan tersebut diduga melanggar:
- Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019 yang membatasi kuota haji khusus hanya 8%, bukan 50%.
- Pasal 9 Ayat (2) UU No. 8 Tahun 2019 yang mengatur bahwa kuota haji harus diatur melalui Peraturan Menteri Agama, bukan SK, dan wajib ditayangkan di lembaran negara setelah mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM.
Penyusunan Diduga Tergesa-gesa
SK ini disebut disusun secara tergesa-gesa oleh empat pihak di Kementerian Agama:
- AR (Gus AD), staf khusus Menteri Agama saat itu.
- FL, pejabat eselon I Kemenag.
- NS, pejabat eselon II Kemenag.
- HD, pegawai setingkat eselon IV Kemenag.
Dugaan Kerugian Capai Rp691 Miliar
Dalam penelusuran MAKI serta Indonesian Curruption Watch (ICW), penyimpangan terbesar yang diduga terjadi adalah pungutan liar sebesar Rp75 juta (sekitar US$5.000) per calon jamaah haji khusus kuota tambahan.
Dengan kuota efektif 9.222 jamaah (setelah dikurangi 778 petugas), potensi kerugian mencapai Rp691 miliar.
Selain pungutan liar, ada dugaan mark up biaya katering dan penginapan hotel. Nilai kerugiannya belum diketahui.