MEGAPOLITIK.COM - Analis Kebijakan Publik, Said Didu menyebut ada beberapa pihak yang harusnya mengetahui proses kenaikan biaya proyek Kereta Cepat Whoosh yang saat ini ramai dibicarakan.
Hal itu ia katakan saat hadir dalam diskusi di iNews yang sudah tayang di channel YT @Official iNews, ditonton redaksi Megapolitik.com, Rabu (22/10/2025).
"Ini tiga kali pelanggaran loh. Setelah eskalasi, bunga dan cost over-run. Tiga kali kenaikan. Ini semua harusnya terbuka siapa tim negosiasinya," ucap Said Didu
Ia lalu lanjutkan bahwa ada pihak yang ia rasa mengetahui proses-proses ini.
"Yang bisa mengetahui semua hanya dua orang. Rini Soemarno dan Luhut Binsar Pandjaitan. Yang tahu siapa yang melakukan ini semua, gitu loh. Dan Pak Luhut kan sudah kasih pintu, saya terima barang sudah busuk,".
"Jadi kita sudah bisa simpulkan ini ada pemufakatan jahat. Ini kan melanggar, prinsip awal dia dimenangkan (dari Jepang ke China). Diubah dengan naik angkanya, bukan turun," jelas Said Didu.
Diberitakan sebelumnya, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh sempat menghadapi jalan panjang dan berliku dalam hal pembiayaan.
Awalnya, melansir dari china.aiddata.org, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) siap membiayai 75% proyek dengan bunga 0,1%, asalkan pemerintah Indonesia memberikan jaminan pembayaran pinjaman.
Namun, Presiden Joko Widodo menolak tawaran Jepang pada 2015 karena alasan potensi ledakan utang publik.
Sebagai alternatif, China mengajukan proposal lebih agresif.
Melalui China Development Bank (CDB), China menawarkan pinjaman dengan bunga 2% dan skema pembiayaan melalui special purpose vehicle (SPV), yang memungkinkan proyek berjalan tanpa menambah utang publik langsung.
Tawaran ini akhirnya disetujui dan menjadi fondasi pembiayaan proyek KCJB.
Konsorsium KCIC: BUMN Indonesia & China Terbentuk
Pada 16 Oktober 2015, terbentuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai joint venture antara BUMN Indonesia dan China.
Konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI), memiliki 60% saham, terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga.
Konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd memegang 40% saham.
Kemudian, 14 Mei 2017, CDB menyalurkan pinjaman sebesar $3,9675 miliar, terbagi menjadi tranche USD ($2,3805 miliar, bunga 2%) dan tranche RMB ($1,587 miliar, bunga 3,46%).
Pinjaman ini digunakan untuk membiayai kontrak EPC bersama tujuh BUMN Indonesia-China.
Total biaya proyek diperkirakan $5,29 miliar, dengan rasio 75:25 utang terhadap ekuitas. (Sumber: AidData China)
Perjalanan Konstruksi
Pembangunan jalur kereta cepat sepanjang 142,3 km dari Jakarta ke Bandung dimulai 21 Januari 2016.
Proyek bertujuan memangkas waktu tempuh dari lebih 3 jam menjadi kurang dari 40 menit. Namun, proyek ini menghadapi berbagai kendala:
AMDAL diselesaikan kurang dari 6 bulan, menimbulkan kritik dari NGO lingkungan karena data dianggap tidak akurat.
- Pelibatan publik minim → rute melewati patahan geologi → menimbulkan penolakan lokal dan keterlambatan.
- Banjir, kerusakan pipa gas Pertamina, dan ledakan terowongan menambah risiko.
- Akuisisi lahan berjalan lambat, meski KCIC menunjuk BUMN Indonesia untuk menangani.
Proyek sempat terhenti akibat pandemi COVID-19, namun kembali berjalan Juni 2020.
Pada Oktober 2022, progres konstruksi mencapai 88,8%, meski cost overrun masih mencapai sekitar $1,5 miliar.
Pinjaman Tambahan China: Solusi Biaya Tambahan
Untuk menutupi cost overrun, KCIC bernegosiasi dengan CDB untuk pinjaman tambahan $560 juta dengan bunga 2%–2,8% pada tranche RMB.
Pemerintah Indonesia juga siap memberikan tambahan modal dan dana bailout agar proyek tetap selesai sesuai jadwal.
Berdasarkan informasi dari AidData China dan rangkaian pinjaman yang tercatat untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB/KCIC), total pinjaman dari China Development Bank (CDB) bisa dihitung sebagai berikut:
Pinjaman awal CDB (Mei 2017): $3,9675 miliar, terbagi menjadi:
Tranche USD: $2,3805 miliar
Tranche RMB: $1,587 miliar
Pinjaman tambahan untuk cost overrun (2022–2023): $560 juta, dengan bunga 2–2,8%
Total pinjaman CDB:
$ 3,9675 miliar+ $ 0,56 miliar=4,5275 miliar USD.
Jadi, total pinjaman dari CDB untuk proyek KCJB sekitar $4,53 miliar USD.
Media Australia: Total Utang Rp 116 Triliun
Sementara itu, melansir The Australian, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), atau yang dikenal dengan Whoosh, memiliki total utang sekitar Rp116 triliun (setara US$10,7 miliar).
Sebagian besar pembiayaan proyek mega ini berasal dari China Development Bank (CDB), yang menutupi biaya konstruksi serta cost overrun akibat kenaikan harga material dan perubahan skema proyek, melansir The Australian.
Rincian Utang dan Sumber Pembiayaan
Total biaya proyek: Awalnya diperkirakan US$6,02 miliar, namun membengkak menjadi US$7,22 miliar akibat cost overrun.
Sumber pembiayaan: Sekitar 75% dari total biaya proyek, yaitu US$5,42 miliar, berasal dari pinjaman CDB.
Bunga pinjaman:
2% per tahun untuk pokok pinjaman.
3,4% per tahun untuk pembiayaan tambahan akibat cost overrun.
Total pembayaran bunga tahunan: Sekitar US$120,9 juta. (tam)
- Deretan Pensiunan TNI yang Punya Jabatan di BUMN Era Prabowo – Gibran! Terbaru Dirut Garuda
- Geliat Vietnam dan Filipina, Dua Negara ASEAN yang Pertumbuhan Ekonominya Kalahkan Indonesia
- Keluarga Kacab Bank Ilham Pradipta Desak Penyidik Jerat Pelaku dengan Pasal Pembunuhan, Boyamin Ungkap Ada Modus Sistematis




