Pengadilan Tipikor Samarinda kemudian menghukum Nur Afifah selama 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 300 juta (subsider 4 bulan kurungan) pada 26 September 2022.
3. Adriatma Dwi Putra
Adriatma Dwi Putra, yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Kendari untuk periode 2017–2022 dan merupakan anak dari mantan wali kota Asrun.
Ia dinyatakan sebagai tersangka atas kasus korupsi pada awal 2018 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari.
Ia bersama ayahnya terbukti menerima suap senilai total sekitar Rp 6,8 miliar dari pengusaha Hasmun Hamzah termasuk uang Rp 2,8 miliar yang diduga dipakai untuk keperluan kampanye pilgub Sulawesi Tenggara.
Setelah berjalan proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Adriatma divonis 5 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta serta pencabutan hak politik selama dua tahun setelah masa pidana pokok berlangsung.
4. M. Syahrial
M. Syahrial, mantan Wali Kota Tanjungbalai, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi mutasi jabatan dan penyidikan KPK.
Ia terbukti memberikan suap sebesar Rp 1,695 miliar kepada eks penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, agar penyidikan dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai tidak dilanjutkan ke penyidikan lebih lanjut.
Selain itu, kasus lain terkait suap mutasi Sekda pada 2019 menambah catatan hukum atas namanya.
Ia awalnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 4 bulan kurungan, oleh PN Medan pada September 2021.
Namun, dalam putusan berikutnya pada Mei 2022, hukuman diperberat menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, serta kehilangan hak politik selama dua tahun setelah masa pidana selesai.
5. Muhammad Nazaruddin
Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang lahir pada 26 Agustus 1978 di Simalungun, Sumatera Utara, ditetapkan sebagai tersangka.