Lebih parah lagi, kelompok tersebut dilaporkan mendirikan pos jaga, menempatkan anggota secara permanen di lokasi, bahkan menyewakan sebagian area kepada pihak ketiga. Sejumlah bangunan semi permanen juga berdiri di atas lahan itu.
Meski memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG sempat mencoba jalur persuasif melalui koordinasi dengan pihak RT/RW, aparat kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan ormas serta pihak pengklaim. Sayangnya, pendekatan damai itu tak membuahkan hasil.
Dalam salah satu pertemuan, pimpinan ormas secara terang-terangan meminta uang ganti rugi Rp5 miliar agar massa ditarik dan pendudukan dihentikan. BMKG menilai tuntutan ini sebagai bentuk pemerasan dan hambatan serius terhadap pelaksanaan proyek strategis.
Sementara itu, melansir pemberitaan Tempo, diketahui kemudian bahwa laporan BMKG itu dimasukkan ke Polda Metro Jaya. Ormas yang dilaporkan adalah Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) yang dipimpin oleh Hercules.
Laporan BMKG itu disampaikan melalui surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025, di mana BMKG memohon bantuan pengamanan terhadap tanah seluas 127.780 meter persegi yang berada di Kelurahan Pondok Betung, Banten.
Surat laporan ini juga disampaikan kepada sejumlah pihak terkait, termasuk Satuan Tugas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas di bawah Kemenko Polhukam, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, hingga aparat kepolisian setempat di Tangerang Selatan dan Pondok Aren. (tam)