Jumat, 26 September 2025
Korupsi Minyak PT Pertamina

Riza Chalid Jadi Buronan Buntut Dugaan Korupsi Pertamina, Cek Daftar Aset Disita Kejagung

Reza Khalid Terseret Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Rabu, 24 September 2025 - 15:31

KORUPSI - Riza Chalid jadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Foto: Dok. Tatler Asia dan Pertamina)

Di luar ranah bisnis, Riza Chalid juga kerap dikaitkan dengan dunia politik.

Pada Pemilu 2014, Riza Chalid disebut-sebut menjadi salah satu penyokong dana pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Bahkan, Riza Chalid diduga ikut membiayai penerbitan tabloid kontroversial Obor Rakyat serta pembelian Rumah Polonia, yang waktu itu dijadikan markas tim sukses.

Kini, nama Riza Chalid kembali mencuat, namun dengan status buron dalam kasus dugaan korupsi Pertamina 2025.

Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Pertamina

Kejaksaan Agung resmi membongkar skandal dugaan korupsi besar di tubuh Pertamina yang terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Senin, 24 Februari 2025.

Praktik curang ini diduga melibatkan Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sepanjang periode 2018–2023.

Padahal, saat itu pemerintah mewajibkan Pertamina untuk lebih dulu menyerap pasokan minyak dari dalam negeri sebelum membuka keran impor.

Namun, aturan tersebut justru dimanipulasi.

Mantan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin, dan VP Feedstock Management PT KPI, Agus Purwono, diduga sengaja menurunkan kapasitas produksi kilang.

Akibatnya, minyak mentah dari dalam negeri tak terserap dan terpaksa dijual ke luar negeri.

Bahkan, pasokan dari KKKS ditolak dengan alasan “tidak sesuai spesifikasi” atau “tak layak secara ekonomis” sehingga ekspor menjadi pilihan yang dipaksakan.

Ironisnya, kebutuhan energi nasional kemudian dipenuhi lewat impor.

PT Kilang Pertamina Internasional membeli minyak mentah dengan harga jauh lebih tinggi dibandingkan produksi lokal.

Lebih parah lagi, dalam prosesnya ditemukan manipulasi, di mana impor produk kilang yang diklaim sebagai Ron 92 (Pertamax), ternyata hanyalah Ron 90 (Pertalite) yang kualitasnya lebih rendah.

Produk itu lalu dicampur (blending) di depo agar tampak sesuai standar Ron 92, praktik yang jelas melanggar aturan.

Tak berhenti di situ, Direktur PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, diduga menggelembungkan harga impor hingga 13–15 persen.

Skema ini menguntungkan pihak perantara, salah satunya broker PT Navigator Khatulistiwa Muhammad.

“Dampaknya, impor yang mendominasi pasokan membuat harga minyak mentah melonjak tajam,” ujar penyidik Kejagung, Qohar.

Selain itu, Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspat, dan Dirut PT Orbit Terminal Merak Gading, Ramadan Joede, disebut ikut bermain.

Keduanya menjalin komunikasi dengan tersangka Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi, bahkan saat syarat belum terpenuhi.

Persetujuan impor pun dikantongi dari Sani Dinar Saifuddin untuk minyak mentah, dan dari Riva Siahaan untuk produk kilang.

Dugaan rekayasa tersebut tak hanya merugikan negara, tapi juga berdampak langsung pada rakyat.

Pasalnya, komponen harga dasar yang menjadi acuan penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM ikut melambung.

HIP inilah yang kemudian dipakai pemerintah sebagai dasar pemberian subsidi maupun kompensasi BBM melalui APBN setiap tahun.

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id