Sherly Tjoanda juga sebagai pendiri sekaligus pembina Yayasan Bela Peduli, sebuah lembaga yang berfokus pada pemberian bantuan bagi anak yatim piatu, korban bencana, serta komunitas kurang mampu.
Melalui yayasan ini, Sherly Tjoanda aktif menyalurkan bantuan untuk rumah ibadah, sekaligus mendukung kemajuan seni dan olahraga di Maluku Utara lewat berbagai program bantuan finansial.
Ketua Dewan Pengurus Daerah HKTI
Tak berhenti di situ, Sherly Tjoanda juga dipercaya menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Maluku Utara)
HKTI merupakan organisasi yang berperan penting dalam pengembangan sektor agrikultur dan pemberdayaan desa.
Di bawah kepemimpinan Sherly Tjoanda, HKTI berfokus pada upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani, yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Sherly Tjoanda Disebut-sebut Jadi Gubernur Perempuan Tionghoa Pertama
Salah satu akun X (Twitter) menyoroti sosok Sherly Tjoanda yang dinilai menarik perhatian lantaran berhasil memenangkan suara dengan latar belakangnya yang merupakan minoritas.
“Beneran menarik hasil pilgub Maluku Utara,” tulis akun @Zaa******.
“Background beliau yang “triple minority” (wanita-kristen protestan-tionghoa) dan sementara unggul di Maluku Utara yang 74% muslim bener-bener menegaskan hari ini. Maluku itu tanah yang damai dan tanah ‘katong samua basudara’,” lanjutnya.
Sebelum nama Sherly Tjoanda mencuat sebagai gubernur perempuan keturunan Tionghoa pertama di Indonesia, sejatinya sudah ada dua politisi Tionghoa yang lebih dulu menorehkan sejarah di kursi pemerintahan tingkat provinsi, yakni Henk Ngantung dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Keduanya sama-sama pernah memimpin DKI Jakarta, meski tidak melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat.
Henk Ngantung ditunjuk langsung oleh Presiden Soekarno untuk menjabat sebagai gubernur, sementara Ahok naik ke posisi tertinggi di ibu kota setelah Joko Widodo terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, menggantikan posisi gubernur yang ditinggalkan.