MEGAPOLITIK.COM - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani sebagian besar hukumannya atas kasus korupsi proyek e-KTP yang sempat menyeret banyak nama besar di lingkaran politik nasional.
Kebebasan Setya Novanto, yang sebelumnya divonis 15 tahun penjara sebelum kemudian dipangkas menjadi 12 tahun 6 bulan melalui putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung, menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, pembebasan ini dinilai sah secara administratif karena Setya Novanto telah memenuhi syarat substantif berupa perilaku baik serta melunasi kewajiban denda dan uang pengganti.
Namun, di sisi lain, banyak pihak menilai keluarnya Setya Novanto justru mencederai rasa keadilan publik, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus e-KTP.
Kritik keras datang dari aktivis antikorupsi, akademisi, hingga tokoh agama yang menilai kebijakan ini kian memperburuk citra pemberantasan korupsi di Indonesia, sementara pihak keluarga dan sebagian kolega politik menyambutnya sebagai langkah hukum yang wajar sesuai prosedur.
Kabar bebas bersyarat dari Setya Novanto ini menambah daftar panjang terpidana korupsi yang memperoleh pemotongan masa pidana di Indonesia.
1. Patrialis Akbar
Patrialis Akbar, mantan hakim Mahkamah Konstitusi yang terjerat kasus korupsi akibat menerima suap dari pengusaha impor daging mendapatkan bebas bersyarat pada 6 September 2022.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi, divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta pada 2017 karena terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging untuk memengaruhi judicial review UU Peternakan.
Hukuman itu kemudian dikurangi Mahkamah Agung menjadi 7 tahun melalui Peninjauan Kembali (PK) pada 2019.
Setelah melunasi denda dan uang pengganti, serta dinilai berkelakuan baik selama di lapas, Patrialis akhirnya mendapat bebas bersyarat.
2. Zumi Zola
Mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola, terlibat dalam kasus korupsi gratifikasi dan suap terkait pengesahan RAPBD Jambi di mana ia terbukti menerima uang gratifikasi senilai miliaran rupiah.
Pada Desember 2018, Majelis Hakim Tipikor Jakarta menjatuhinya hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan, dan pencabutan hak politik selama lima tahun.