Selasa, 4 November 2025

Relawan Politik Jadi “Partai Bayangan” Baru di Indonesia Pasca-Orde Baru

Menguat sejak pemilihan presiden 2014

Senin, 3 November 2025 - 9:4

ILUSTRASI - Relawan muncul sebagai kekuatan independen yang ingin mengembalikan makna partisipasi politik warga negara/ Kolase oleh Megapolitik.com (foto: IST)

Mereka bukan bagian dari sistem formal, tetapi memiliki daya tawar besar dalam menentukan arah politik.

Namun, riset ini juga menyoroti pergeseran peran relawan dari gerakan idealis menjadi kekuatan yang mirip partai.

“Dalam banyak kasus, relawan politik bertransformasi menjadi partai bayangan yang turut menentukan arah kebijakan dan distribusi kekuasaan,” tulis peneliti.

Setelah kandidat yang mereka dukung menang, sebagian relawan berubah fungsi: dari mesin kampanye menjadi kelompok penekan (pressure group) yang menuntut posisi strategis di pemerintahan.

Fenomena ini, kata peneliti, memperlihatkan bahwa relawan tak lagi sekadar gerakan moral, tapi juga instrumen politik kekuasaan.

Sirkulasi Elite dan Pertarungan Generasi

Melalui pendekatan teori Pareto, riset ini menjelaskan bahwa relawan memainkan peran penting dalam sirkulasi elite politik.

Di era Orde Baru, perputaran elite sangat tertutup — hanya kalangan militer, birokrat, dan partai tunggal yang berkuasa.

Namun, setelah Reformasi, ruang kompetisi menjadi terbuka dan elite baru muncul dari luar sistem, termasuk dari jaringan relawan.

Hermawan Sulistyo, salah satu pengamat yang dikutip dalam jurnal ini, menyebut fenomena relawan sebagai bentuk perlawanan generasi muda terhadap dominasi elite lama.

“Generasi digital native kini memimpin panggung politik, sementara baby boomers tetap memegang kendali kebijakan,” tulisnya.

Kontras antara dua generasi ini menciptakan dinamika baru: politik tak lagi dikendalikan dari atas (top-down), melainkan mengalir dari bawah (bottom-up) melalui jaringan sosial yang cair.

Dampak pada Demokrasi dan Etika Politik

Meski memperkuat partisipasi publik, kehadiran relawan politik juga menimbulkan dilema etis.

Dalam banyak kasus, relawan terjebak dalam pragmatisme — kehilangan idealisme dan menjadi alat kekuasaan. Setelah kemenangan politik tercapai, relawan sering terpecah karena perebutan posisi dan akses terhadap sumber daya negara.

“Relawan seharusnya menjadi kekuatan korektif, bukan hanya kendaraan elektoral,” tegas peneliti.

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id