MEGAPOLITIK.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa dana sebesar Rp11,8 triliun yang disebut-sebut dalam konferensi pers kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) bukan merupakan dana jaminan dari pihak Wilmar Group, melainkan merupakan barang bukti yang telah disita.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa tidak ada konsep “dana jaminan” dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
Dana tersebut, kata Harli, sepenuhnya berstatus sebagai barang bukti dalam perkara ekspor CPO tahun 2021–2022.
“Dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara, tidak dikenal istilah uang jaminan. Yang ada adalah uang yang disita sebagai barang bukti atau sebagai bentuk pengembalian kerugian negara,” ujarnya kepada awak media pada Kamis (19/6/2025).
Ia menambahkan, uang tersebut disita karena kasusnya masih dalam proses hukum di Mahkamah Agung.
Penyitaan ini juga bertujuan agar bisa menjadi pertimbangan dalam keputusan pengadilan nantinya.
Lebih lanjut, Harli menyebut bahwa penyitaan dana tersebut telah mendapat persetujuan dari pengadilan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Penyitaan ini sudah sesuai prosedur. Bahkan, tim JPU juga telah menambahkan poin ini dalam memori kasasi,” jelasnya.
Sebelumnya, pihak dari Wilmar International Limited angkat bicara soal dana jumbo Rp 11,8 triliun yang disebut Kejaksaan Agung (Kejagung) berasal dari lima anak perusahaan mereka, dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
Perusahaan menyatakan dana senilai Rp 11.880.351.802.619 atau sekitar USD 729 juta itu bukan disita, melainkan ditempatkan sebagai jaminan hukum terkait proses kasasi yang tengah berjalan di Mahkamah Agung (MA).
”Dana jaminan tersebut merepresentasikan sebagian dari dugaan kerugian negara dan dugaan keuntungan ilegal yang diperoleh pihak Wilmar Tergugat dari tindakan yang dituduhkan. Pihak Wilmar Tergugat telah menyetujui dan telah menempatkan dana jaminan tersebut," demikian keterangan tertulis pihak perusahaan, dikutip dari Sindonews.
Wilmar menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan bentuk komitmen atas proses hukum yang masih berjalan, menyusul dakwaan Kejagung terhadap lima anak perusahaannya di Indonesia, yakni:
- PT Multimas Nabati Asahan
- PT Multi Nabati Sulawesi
- PT Sinar Alam Permai
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia
- PT Wilmar Nabati Indonesia
Lima perusahaan ini, yang tergabung dalam "Pihak Wilmar Tergugat", disebut Kejagung telah memperoleh keuntungan ilegal selama periode kelangkaan minyak goreng antara Juli hingga Desember 2021. (tam)
- Update Perkara Judi Online, Uang Tutup Mulut Diminta Rp 1 Miliar hingga 'Pak Menteri' Disebut Sudah Tahu soal Praktik Pengamanan
- Klaim Nadiem soal Ada Pendampingan Jamdatun di Program Digitalisasi Pendidikan, Respon Kejagung Apa?
- Yang Dijelaskan Nadiem Makarim soal Pengadaan Laptop Chromebook, Akui Sempat Terkejut Ada Penyelidikan Kejagung