MEGAPOLITIK.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia resmi menjalin kerja sama strategis dengan empat operator telekomunikasi besar di Indonesia, yakni:
- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom)
- PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel)
- PT Indosat Tbk
- PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk (XL Axiata)
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang bertujuan mendukung penegakan hukum, khususnya dalam pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi, termasuk penyadapan dan penyediaan rekaman komunikasi.
Kejagung: Penyadapan untuk Lacak Buronan hingga Penegakan Hukum
Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani menegaskan bahwa kolaborasi ini memungkinkan Kejaksaan untuk memasang dan mengoperasikan perangkat penyadapan secara sah.
Salah satu manfaat utamanya adalah untuk melacak buronan atau daftar pencarian orang (DPO), serta melakukan analisis data dalam penyelidikan hukum.
“Data atau informasi berkualifikasi A1 bisa sangat bermanfaat, misalnya dalam pencarian buronan,” ujar Reda, melansir Bisnis.com.
Sesuai UU Kejaksaan: Penyadapan Dilindungi Hukum
Kerja sama dengan operator telekomunikasi ini diklaim tidak menabrak aturan hukum.
Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, khususnya di Pasal 30B, dijelaskan bahwa bidang intelijen kejaksaan memiliki wewenang untuk:
- Menyelenggarakan fungsi penyelidikan
- Melakukan pengamanan
- Melakukan penggalangan dalam konteks penegakan hukum
Reda menyatakan bahwa sinergi antara kejaksaan dan operator telekomunikasi akan menjadi langkah positif dalam memperkuat penegakan hukum di Indonesia.
Aturan Penyadapan Lembaga Penegak Hukum Lain
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penyadapan oleh KPK diatur dalam UU No. 19 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut, KPK diberikan kewenangan melakukan penyadapan, namun tetap harus melalui persetujuan Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK.
Pasal 12B: Penyadapan wajib disetujui Dewas
Pasal 12D: Hasil penyadapan yang tak berkaitan dengan korupsi harus dimusnahkan
2. Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
Saat ini, UU Polri belum memuat aturan penyadapan secara eksplisit.
Namun, rencana penyadapan muncul dalam draft RUU Polri, tepatnya di Pasal 14 ayat 1 huruf o, yang menyebut bahwa Polri bisa menyadap sesuai undang-undang terkait penyadapan.
3. Badan Narkotika Nasional (BNN)
BNN memiliki kewenangan menyadap sebagaimana tertuang dalam Pasal 75 huruf i UU No. 35/2009 tentang Narkotika. Mekanismenya diatur dalam:
Pasal 77: Penyadapan dilakukan setelah ada bukti permulaan
Pasal 78: Mengatur tata cara penyadapan sesuai aturan hukum
4. Badan Intelijen Negara (BIN)
Penyadapan oleh BIN diatur dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, khususnya Pasal 31, yang menyebut BIN berwenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap pihak yang diduga mengancam kepentingan nasional.
Payung Hukum Umum Terkait Penyadapan di Indonesia
Selain peraturan sektoral, ada dua undang-undang yang secara umum mengatur soal penyadapan:
1. UU ITE: Penyadapan Hanya untuk Penegakan Hukum
Pasal 31 UU No. 19 Tahun 2016 (Perubahan atas UU ITE) menyatakan bahwa:
"Penyadapan hanya boleh dilakukan oleh lembaga penegak hukum untuk kepentingan penegakan hukum dan berdasarkan permintaan dari instansi yang berwenang."
2. KUHP Baru: Penyadapan Ilegal Bisa Dipidana 10 Tahun
Dalam Pasal 258 UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan penyadapan tanpa wewenang hukum dapat dijerat pidana hingga 10 tahun penjara, terutama jika dilakukan lewat jaringan kabel atau nirkabel.
Penegakan Hukum Didukung Jalur TI
Dengan adanya MoU antara Kejaksaan Agung dan empat operator telekomunikasi besar, upaya penegakan hukum kini semakin diperkuat melalui jalur teknologi informasi.
Namun, meski penyadapan kini diperluas ke berbagai lembaga penegak hukum, pelaksanaannya tetap harus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku guna menjaga privasi publik dan akuntabilitas institusi negara. (tam)