Rabu, 29 Oktober 2025
Asal-usul keluarga Kim Jong Un

Jejak Jepang dalam Darah Kim Jong Un: Kakeknya Pernah Bikin Grup Gulat di Osaka

Usia 13 tahun, kakek Kim Jong Un dibawa ayahnya ke Jepang

Selasa, 28 Oktober 2025 - 12:9

PASAR DI OSAKA - Kawasan Tsuruhashi, distrik yang dikenal sebagai pusat komunitas Korea di Osaka, Jepang. Kakek Kim Jong Un dipublikasikan Cambridge University Press pernah besar di kawasan tersebut.

MEGAPOLITIK.COM -   Siapa sangka, di balik sosok misterius pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, mengalir darah keluarga biasa dari Osaka, Jepang.

Ibunya, Ko Young Hee, yang dikenal sebagai “Ibu Negara” Korea Utara sebelum meninggal dunia pada 2004, ternyata lahir di kawasan Tsuruhashi, distrik yang dikenal sebagai pusat komunitas Korea di Osaka.

Di sinilah kisah keluarga Kim dimulai—jauh dari gemerlap kekuasaan Pyongyang.

Informasi ini diteliti dan telah dipublikasikan pada artikel Cambridge University Press berjudul "Ko Tae Mun, Ko Chung Hee, and the Osaka Family Origins of North Korean Successor Kim Jong Un". 

Akar dari Osaka dan Jeju

Ko Young Hee lahir pada Juni 1953, hanya sebulan sebelum gencatan senjata Perang Korea ditandatangani.

Ayahnya, Ko Tae Mun, lahir di Pulau Jeju pada 1920, ketika semenanjung Korea masih berada di bawah penjajahan Jepang.

Saat berusia 13 tahun, Ko kecil dibawa ayahnya ke Jepang, mencari kehidupan baru di Osaka.

Warga tua Tsuruhashi mengenangnya sebagai sosok gagah dan keras kepala.

“Dia selalu berjalan tegak, seperti orang penting,” kenang salah satu penduduk lokal dalam wawancara lama pada artikel publikasi Cambridge University Press. 

Saat itu, kawasan Tsuruhashi dipenuhi warga keturunan Korea yang menguasai pasar gelap pascaperang.

Ko sendiri dikenal sering mengunjungi pemandian umum dan bergaul di dojo judo. Ia bahkan belajar judo dari seorang guru Jepang.

Namun, kehidupan rumah tangganya tidak mudah.

Istrinya—ibu dari Ko Young Hee—menjahit di rumah untuk menyambung hidup, sementara Ko kerap diingat sebagai pria peminum berat yang hidup semaunya.

 

Dari Judo ke Gulat Profesional

Setelah Perang Dunia II, Jepang mengalami demam gulat profesional.

Salah satu ikon saat itu adalah Rikidozan, pegulat berdarah Korea yang menyembunyikan asal-usulnya demi menjadi pahlawan nasional Jepang.

Melihat peluang itu, Ko Tae Mun mendirikan grup gulat profesional sendiri di Osaka pada tahun 1956, dengan nama panggung Daidosan—diambil dari nama sungai di Pyongyang.

Sayangnya, usahanya gagal dan grup itu bubar dalam waktu singkat.

Namun kegagalan itu justru membuka babak baru dalam hidupnya.

Pada 1961, Ko dan keluarganya menaiki kapal dari Niigata menuju Korea Utara, mengikuti program repatriasi besar-besaran yang disponsori Kim Il Sung dan Palang Merah Internasional.

Lebih dari 93.000 warga Korea di Jepang saat itu memutuskan “pulang” ke tanah air—meski banyak yang belum pernah menginjakkan kaki di sana sebelumnya.

Dari Osaka ke Pyongyang

Motif Ko pindah ke Korea Utara bukan hanya karena ekonomi.

Pemerintah Pyongyang saat itu berambisi membangun asosiasi judo nasional, dan Ko dipercaya menjadi salah satu pendirinya.

Dari seorang pegulat gagal, ia berubah menjadi “Bapak Judo Korea Utara.”

Putrinya, Ko Young Hee, tumbuh di lingkungan istimewa.

Cantik dan berbakat menari, ia bergabung dengan Mansudae Art Troupe, kelompok seni bergengsi Korea Utara, pada awal 1970-an.

Di situlah nasibnya berubah—ia menarik perhatian Kim Jong Il, putra Kim Il Sung. Kim Jong II merupakan ayah Kim Jong Un. 

Bagi warga Korea yang “pulang” dari Jepang, diskriminasi adalah hal biasa.

Tapi Ko Young Hee menjadi pengecualian. Ia hidup bak Cinderella: dari gadis Osaka menjadi perempuan paling berpengaruh di istana Pyongyang.

Pada 1973, ia bahkan kembali ke Jepang sebagai penari utama Mansudae Art Troupe.

“Kunjungannya adalah hadiah pribadi dari Kim Jong Il,” ungkap salah satu kenalan dekat.

“Ia disuruh berbelanja apa saja di Jepang, tanah kelahirannya.”

Darah Jeju dan Mitos Revolusi

Ko Tae Mun meninggal di Pyongyang pada 1980, meninggalkan warisan unik: darah Jeju, jejak Osaka, dan garis keturunan yang kini menguasai Korea Utara.

Ia mungkin gagal menjadi pegulat terkenal, tapi di tanah baru, kisahnya diubah menjadi legenda.

Di tangan propagandis Korea Utara, asal-usul sederhana keluarga Ko menjadi bahan cerita heroik.

Kisahnya ditulis ulang: seorang pejuang Jeju yang menentang pemerintah Korea Selatan yang “dikuasai kanan”, lalu kembali ke utara untuk mengabdi pada Kim Il Sung.

Dalam narasi itu, Kim Jong Un digambarkan sebagai pewaris “darah revolusioner” dari Jeju—bukan cucu dari keluarga imigran miskin di Osaka.

Bagi rezim Pyongyang, Tsuruhashi tak pernah ada.

Jejak Jepang dihapus dari sejarah keluarga Kim. Namun, bagi sebagian warga tua Korea di Osaka, mereka masih ingat Ko Tae Mun—si pegulat keras kepala yang dulu berjalan gagah di pasar Tsuruhashi.

“Saudara-saudaranya masih di Osaka,” kata salah satu sumber di komunitas Korea.

“Tapi mereka diam. Mereka sudah diberi pesan dari Pyongyang: jangan bicara apa pun.”

Inilah ironi sejarah keluarga Kim: dari lorong pasar gelap di Osaka hingga puncak kekuasaan di Pyongyang.

Di balik sosok pemimpin yang dielu-elukan, tersimpan kisah diaspora, kegagalan, dan kebisuan yang diselimuti propaganda. (tam)

 

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id