Minggu, 24 Agustus 2025
Sukarno: An Autobiography (as told to Cindy Adams)

Cerita Sukarno soal Pertautan Islam - Hindu di Ayah dan Ibunya, Jual Perhiasan untuk Bisa Menikah

Senin, 26 Mei 2025 - 2:0

SUKARNO BELIA - Foto yang diambil pada tahun 1916 saat Sukarno masih menjadi siswa di sekolah menengah yang dikelola Belanda di Surabaya (Foto: Deppen) via buku Sukarno: An Autobiography (as told to Cindy Adams).

MEGAPOLITIK.COM - Sedikit cerita soal masa kecil sang proklamator Republik Indonesia (RI) Sukarno turut muncul dalam buku autobiografi Sukarno

Dalam buku Sukarno: An Autobiography (as told to Cindy Adams) setebal 378 halaman, ayah dari Megawati Soekarnoputri itu turut menceritakan kisah hidupnya semasa kecil. 

Ayah Sukarno adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang Muslim Jawa, sementara ibunya adalah Ida Nyoman Rai Srimben, wanita Hindu.

Diceritakan, Sukarno termasuk sangat dekat dengan sang ibu, Ida Nyoman Rai Srimben

Pernah suatu waktu, diceritakan Sukarno, ibunya sudah mengatakan kepada dirinya bahwa kelak ia akan menjadi pemimpin. Sebutan anak fajar pun diberikan ibunda Bung Karno itu. 

"Nak, kamu sedang melihat matahari terbit. Dan kamu, anakku, akan menjadi pria yang mulia, pemimpin besar bagi bangsamu, karena kamu lahir di waktu fajar. Kami orang Jawa percaya, yang lahir saat matahari terbit sudah ditakdirkan. Jangan pernah lupa, kamu adalah anak fajar," aku Bung Karno dalam autobiografi itu. 

Bung Karno menceritakan, ia lahir pada 1901.

Ketika itu, bagi orang Indonesia, abad ke-19 adalah masa kematian dan penindasan. 

"Saya lahir pada tanggal 6 Juni. Keberuntungan besar saya lahir di bawah zodiak Gemini, si kembar. Saya memang dua sisi: bisa lembut, bisa keras; bisa tegas seperti baja, bisa puitis. Kepribadian saya campuran antara akal dan perasaan. Saya pemaaf tapi juga tegas. Saya menjebloskan musuh negara ke penjara, tapi saya tidak bisa menangkap burung dan menahannya di sangkar," demikian ujaran Sukarno

Semasa kecil, kehidupan ayah dan ibu Sukarno sangat sederhana. Ini diilustrasikan dengan kondisi saat Bung Karno lahir, dimana untuk membayar bidan pun tak mampu. 

"Lahir saya sendiri sangat sederhana. Ayah tak mampu membayar bidan. Kami sangat miskin. Satu-satunya yang menemani ibu adalah seorang kakek tua keluarga kami. Dialah yang mengantar saya menuju takdir,

"Di Bogor, di gedung negara, ada prasasti marmer putih yang menggambarkan kelahiran Hercules, dikelilingi oleh 14 wanita cantik. Bayangkan betapa beruntungnya Hercules. Saya tidak seberuntung itu. Ketika saya lahir, tidak ada yang memeluk saya kecuali kakek tua itu," aku Sukarno

Pertautan sejarah hidup dengan Bali - Jawa juga ia ceritakan. Di mana, Bung Karno menjelaskan soal ibu dan ayahnya. 

"Saya anak ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibu saya, Idaju, keturunan bangsawan. Raja terakhir Singaradja adalah paman ibu saya. Ayah saya dari Jawa, bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan. Ayah keturunan Sultan Kediri," cerita Bung Karno dalam buku tersebut. 

Lalu, pada lanjutan kisah di buku tersebut, Sukarno menceritakan kisah bagaimana ayahnya akhirnya meminang sang ibu. Sejarah itu diceritakan ibunda Sukarno kepadanya. 

"Ibu saya juga cerita bagaimana ayah memenangkan hatinya. Ibu adalah gadis pura Hindu-Budha yang tugasnya membersihkan tempat suci pagi dan sore. Ayah guru sekolah di Singaradja, suka duduk dekat mata air pura setelah mengajar. Suatu hari ia melihat ibu, lalu sering mengunjunginya. Mereka saling tertarik. Namun, adat Bali saat itu tidak mengizinkan perempuan menikah dengan pria dari pulau lain. Ayah seorang Muslim Jawa, ibu Hindu-Budha Bali. Mereka hanya bisa menikah diam-diam," cerita Bung Karno. 

Pernikahan ayah dan ibu Sukarno pun dilakukan dengan penuh perjuangan. Diceritakan, ada kejadian ayah dan ibunya melarikan diri untuk bisa terus bersama hingga pernikahan. 

"Mereka melarikan diri dan menginap di rumah teman saat malam pernikahan. Orang tua ibu marah dan ingin membawa ibu pulang, tapi Kepala Polisi yang teman ayah melindungi mereka. Sidang perkawinan akhirnya diadakan. Ibu ditanya, “Apakah dipaksa menikah?” Ibu menjawab, “Tidak, saya mencintainya dan menikah karena saya mau. Pernikahan diizinkan, tapi ibu harus membayar denda dan menjual perhiasannya untuk itu. Karena merasa tidak diterima di Bali, ayah pindah ke Surabaya dan di sanalah saya lahir," jelas Sukarno dalam An Autobiography (as told to Cindy Adams). (tam)

Sumber: An Autobiography (as told to Cindy Adams)

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id