MEGAPOLITIK.COM - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) beri respon tajam atas dipolisikannya mahasiswa yang menyuarakan mahalnya biaya kuliah.
Dinilai, ada pelanggaran HAM yang terjadi atas kasus dipolisikannya mahasiswa yang menyuarakan mahalnya biaya kuliah.
Diketahui, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau (Unri), Khariq Anhar dilaporkan ke Polda Riau terkait ITE setelah bikin konten video terkait biaya kuliah mahal.
Laporan tersebut dibuat atas nama Rektor Unri, Prof Sri Indarti, dibuat pada 15 Maret 2024 atau sekitar 2 pekan setelah aksi digelar.
Khariq Anhar mengaku dipolisikan setelah mengkritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Dalam kebijakan itu, ada ketentuan terkait Iuran Pembangunan Institusi (IPI) di lingkungan Universitas Riau (Unri).
Lewat Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) atau aliansi mahasiswa yang peduli tentang kondisi sosial membuat undangan terbuka kepada rektor dan mahasiswa. Hanya saja, pihak rektor ataupun utusan disebut tak ada yang hadir.
Tindakan represi yang dilakukan oleh Rektor Unri dengan melaporkan mahasiswa, dinilai KIKA, jelas merupakan bagian dari pembungkaman.
Dalam rilis yang diterima, dijelaskan KIKA bahwa dalam UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1), dijelaskan Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.
Selain itu dalam mekanisme hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU No.12 Tahun 2005) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan Pasal 13 Kovenan EKOSOB (ICESCR/Indonesia ratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005) sebagai bagian dari hak atas pendidikan.
"Sehingga perenggutan, pendisiplinan, bahkan serangan terhadap kebebasan akademik kepada mahasiswa seperti yang terjadi di Unri dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM!," ucap Herdiansyah Hamzah, kerap disapa Castro, pihak KIKA, dalam keterangan yang diterima tim redaksi, Kamis (9/5/2024).
Dilanjutkan, Rektor Unri perlu memahami prinsip-prinsip kebebasan akademik yang juga disebut sebagai Surabaya Peinciples on Academic Freedom 2017 (SPAF) yang telah diadopsi dalam Standar Norma & Pengaturan (SNP) Kebebasan Komnas HAM, khususnya pada standar 4 dan 5.
Standar itu yakni (4). Insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan.
Lalu pada poin (5). Otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
Dari kasus tindakan represif itu, KIKA menuntut Rektor Unri untuk menolak kebijakan UKT bukan tindak pidana, dan hak untuk menyampaikan pendapat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi pula kebebasan akademik dijamin oleh UndangUndang, sehingga mahasiswa tidak perlu takut untuk menyuarakan kebenaran
"Kami imbau Pihak Kepolisian untuk tidak berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang menolak kenaikan kebijakan UKT," ucap Castro.
Tindakan Rektor Unri sebagai bagian dari otoritas kampus membatasi kebebasan akademik dinilai KIKA juga adalah pelanggaran hukum dan HAM yang dijamin dalam perundang-undangan.
"KIKA juga enghimbau Komnas HAM dan Kemenristek menegur tindakan Rektor Unri, serta Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Sumut untuk tidak memproses pengaduan karena tidak ada hukum yang dilanggar," lanjut Castro. (tam)


                            
                        
                    
                    

