MEGAPOLITIK.COM - Kota Ito di Prefektur Shizuoka, Jepang, mendadak jadi sorotan publik nasional setelah Wali Kota Maki Takubo resmi mengundurkan diri pada Minggu, 7 Juli 2025.
Pengunduran dirinya dilakukan di tengah polemik besar yang menyangkut pemalsuan ijazah perguruan tinggi yang ia klaim miliki.
Takubo sebelumnya mengklaim sebagai lulusan Fakultas Hukum Toyo University.
Namun, fakta mengejutkan terungkap: ia ternyata tidak pernah menyelesaikan studinya dan bahkan telah dikeluarkan dari universitas tersebut.
Skandal ini langsung menyulut kemarahan warga dan memicu desakan dari parlemen kota untuk segera bertanggung jawab.
Maki Takubo Akui Tidak Pernah Lulus, Hanya Salah Tafsir?
Dalam pernyataannya, diterjemahkan dari Asahi Simbun, Takubo sempat menyatakan bahwa ia “mengira” telah lulus dari Toyo University.
Oleh karena itu, saat tim kehumasan pemerintah kota menyusun buletin resmi yang mencantumkan gelar akademiknya, ia menyetujuinya tanpa berpikir panjang.
Namun, pada kenyataannya, ia dikeluarkan dari kampus dan tidak pernah menyelesaikan pendidikan sarjana hukumnya.
Pengakuan ini memicu kritik keras terhadap integritasnya sebagai pemimpin publik, apalagi mengingat reputasi tinggi yang melekat pada jabatan wali kota di Jepang.
DPRD Kota Ito dan Warga Bereaksi Keras
Masih dari sumber yang sama, Dewan Kota Ito dengan suara bulat mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap Takubo.
Mereka juga membentuk komite khusus untuk menyelidiki lebih jauh kasus ini, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran administratif atau etik dalam proses pencantuman data palsu tersebut di dokumen resmi pemerintahan.
“Ini bukan sekadar kekeliruan administratif. Ini adalah bentuk pembohongan publik,” ujar salah satu anggota dewan kepada media lokal Jepang.
Warga Protes, Telepon dan Email Membanjiri Kantor Pemerintah
Kemarahan warga tak kalah hebat. Sejak kabar skandal mencuat, kantor pemerintahan Kota Ito dibanjiri lebih dari 900 telepon dan 100 lebih email protes dari masyarakat.
Beberapa di antaranya bahkan menuntut agar Takubo tidak hanya mundur, tapi juga mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Pemeriksaan Hukum: Dokumen Akan Diserahkan ke Kejaksaan
Takubo telah berjanji akan menyerahkan dokumen-dokumen penting seperti fotokopi ijazah, album kelulusan, dan bukti pendaftaran ke Kejaksaan Distrik Shizuoka dalam jangka waktu 10–14 hari sejak pengumuman pengunduran dirinya.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk “membersihkan nama baik” dan menunjukkan itikad kooperatif, meski sebagian kalangan menilai langkah ini sudah terlambat.
Masalah Etik Pemimpin Publik di Jepang
Di Jepang, kejujuran dan integritas pemimpin publik sangat dijunjung tinggi. Skandal sekecil apapun—termasuk penggelapan ijazah—sering kali dianggap fatal.
Tak jarang, pejabat publik memilih mundur atau bahkan melakukan permintaan maaf secara terbuka demi menjaga martabat jabatan dan rasa hormat publik.
Kasus Maki Takubo bukan yang pertama, tapi menjadi peringatan keras bahwa bahkan di negara maju sekalipun, transparansi dan kejujuran pemimpin tetap menjadi isu sensitif.
Krisis Kepercayaan yang Harus Dijawab
Mundurnya Maki Takubo menandai titik krisis kepercayaan publik terhadap pejabat pemerintah lokal di Jepang.
Masyarakat tidak hanya menuntut kejujuran, tapi juga akuntabilitas yang nyata, terutama ketika menyangkut penggunaan dana dan kepercayaan publik.
Jika tidak ditangani secara terbuka dan tuntas, skandal semacam ini bisa menimbulkan preseden buruk bagi proses demokrasi di tingkat lokal. (tam)