MEGAPOLITIK.COM - Nama Nicolas Sarkozy kembali menggema di seluruh dunia setelah dirinya resmi menjadi mantan kepala negara pertama dari negara anggota Uni Eropa yang dijatuhi hukuman penjara.
Mantan Presiden Prancis itu divonis lima tahun penjara dan denda €100.000 (sekitar Rp1,72 miliar) atas dugaan konspirasi kriminal dalam kasus pendanaan kampanye presiden 2007 yang melibatkan rezim Muammar Gaddafi dari Libya.
Namun, jauh sebelum kejatuhannya, Sarkozy dikenal sebagai sosok ambisius dan penuh karisma — figur yang mengubah wajah politik Prancis di awal 2000-an.
Awal Karier Politik dan Aksi Heroik yang Melegenda
Kisah politik Sarkozy dimulai dari kota Neuilly-sur-Seine, wilayah elit di pinggiran Paris.
Pada 13 Mei 1993, dunia dikejutkan oleh insiden penyanderaan di sebuah taman kanak-kanak.
Seorang pria bersenjata dan membawa bom menahan 20 anak dan guru mereka sebagai sandera, menuntut tebusan hingga 100 juta franc (sekitar 17 juta dolar AS).
Alih-alih menunggu polisi, Sarkozy — yang kala itu masih wali kota muda — nekat masuk ke lokasi penyanderaan untuk bernegosiasi langsung.
Ia memang gagal membebaskan semua sandera, namun berhasil menyelamatkan satu anak kecil dan menciptakan momen foto ikonik yang mengangkat namanya ke panggung politik nasional.
Sejak saat itu, Sarkozy dikenal sebagai politisi berani, agresif, dan penuh ambisi — karakter yang kelak menjadi kelebihan sekaligus kehancurannya.

Presiden yang “Pop”, Dekat dengan Bisnis dan Sorotan Media
Lahir pada 1955 dari keluarga kelas menengah, Sarkozy bukan berasal dari kalangan elite Prancis.
Namun berkat kecerdasan dan daya juangnya, ia berhasil menembus lingkar kekuasaan Partai Gaullis.
Pada usia 28 tahun, ia sudah menjadi wali kota, kemudian menteri anggaran di usia 38, dan akhirnya Presiden Prancis pada 2007.
Gaya kepemimpinannya berbeda dari para pendahulunya.
Sarkozy tampil sebagai “presiden pop” — tampil di majalah, dekat dengan selebritas, dan gemar menunjukkan sisi glamor kehidupan pribadinya.
Pernikahannya dengan supermodel Carla Bruni menjadikannya figur publik yang tak hanya politis, tetapi juga penuh sensasi.
Namun di balik kilau itu, banyak kritik bermunculan.
Gaya kepemimpinannya dianggap otoriter, terlalu dekat dengan pengusaha besar, dan gagal mengangkat ekonomi rakyat pasca krisis 2008.
Kekalahan dari François Hollande pada 2012 menandai akhir karier politiknya di tingkat tertinggi.
Dari Puncak Kekuasaan ke Balik Jeruji Besi
Selepas kekalahan, Sarkozy berupaya kembali ke panggung politik lewat Partai Les Républicains.
Namun langkahnya tertahan oleh rentetan kasus hukum, mulai dari skandal Bygmalion (pendanaan kampanye 2012), kasus penyadapan (affaire Bismuth), hingga kasus dana Libya yang kini menjatuhkannya.
Dalam sidang terakhir, Sarkozy menegaskan bahwa semua tuduhan terhadapnya adalah bentuk balas dendam politik dari sebagian aparat hukum yang menentang reformasinya.
“Jika mereka ingin saya tidur di penjara, saya akan tidur di penjara dengan kepala tegak,” ujarnya di hadapan pengadilan Paris, melansir dari media Prancis, El Pais.
Meski kini mengenakan borgol dan gelang elektronik, pengaruh Sarkozy belum sepenuhnya padam.
Banyak politisi muda, termasuk tokoh kanan-tengah dan bahkan Presiden Emmanuel Macron, masih menganggapnya sebagai mentor politik.
Warisan yang Pahit
Dari anak imigran Hungaria hingga menjadi pemimpin negeri besar Eropa, perjalanan Sarkozy sejatinya adalah simbol mobilitas sosial Prancis.
Namun akhir kisahnya kini menjadi peringatan: bahwa kekuasaan, ambisi, dan kedekatan dengan uang bisa menjadi campuran berbahaya bagi siapa pun yang pernah berada di puncak politik.
Tiga dekade setelah foto heroiknya di Neuilly-sur-Seine, dunia kini mengingat Nicolas Sarkozy dengan gambar lain — seorang mantan presiden yang melangkah masuk ke penjara. (tam)




