MEGAPOLITIK.COM - Setiap zaman punya sandi rahasianya.
Di dunia korupsi Indonesia, bahasa uang jarang diucapkan secara gamblang.
Ia bersembunyi di balik metafora, kode, hingga lelucon yang hanya dimengerti oleh mereka yang terlibat.
Dari “Apel Malang”, “Papa Minta Saham”, hingga “Mas Menteri Core Team”, setiap ujaran dan istilah-istilah yang muncul punya cerita tersendiri.
Redaksi rangkum beberapa kode-kode dan istilah yang sempat trending dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia.
“Apel Malang” dan “Apel Washington”
Istilah dengan buah ini muncul dalam kasus korupsi suap wisma atlet SEA Games di Palembang.
Nama-nama terseret dalam kasus ini meliputi mantan Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin, eks politisi Demokrat, Angelina Sondakh, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan beberapa nama lainnya.
Dalam perjalanan kasus ini, di persidangan terungkap bahwa ada perbincangan antara Angelina Sondakh dan Rosalina Manulang soal urusan 'buah' ini.
Menurut Rosa, apel malang dan apel Washington itu diucapkan oleh Angelina Sondakh dalam perjalanan kasus.
Ia pun sudah bersaksi soal ini di persidangan.
Arti dari apel malang adalah uang rupiah, sementara apel Washington adalah uang dollar.
"Istilah itu Angelina Sondakh yang bilang. Katanya biar tidak terlalu vulgar," ucapnya di persidangan pada 2012 lalu melansir pemberitaan Kompas.com
“Tiga Ton Emas”
Istilah “tiga ton emas” pernah menggemparkan ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Bukan karena benar-benar ada emas yang berpindah tangan, melainkan karena kalimat itu menjadi kode rahasia permintaan suap oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Kode tersebut terungkap dalam kesaksian Chairun Nisa, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, yang kala itu menjadi saksi untuk Bupati terpilih Gunung Mas, Hambit Bintih, dan keponakannya, Cornelis Nalau.
Keduanya merupakan terdakwa kasus suap yang melibatkan Akil.
“Pak Akil kirim SMS lagi, intinya sampaikan ke bupati, suruh bawa tiga ton emas,” ungkap Chairun Nisa di hadapan majelis hakim, Kamis (23/1), melansir pemberitaamn Hukum Online.
Chairun Nisa mengaku awalnya mengira pesan itu hanyalah gurauan.
Namun kemudian ia menyadari bahwa istilah “tiga ton emas” merujuk pada uang senilai Rp3 miliar yang diminta Akil untuk mengurus perkara sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Uang tersebut dimaksudkan agar permohonan gugatan dua pasangan calon bupati lainnya—Jaya Samaya Monong–Daldin dan Afridel Jinu–Ude Arnold Pisy—ditolak oleh MK, sehingga Hambit tetap sah sebagai bupati terpilih.
“Saya pikir beliau bercanda, jadi saya balas nanti saya bawa truk untuk bawa emas itu,” kata Chairun, mengingat kembali isi percakapannya lewat pesan singkat.
“10 Mpek-Mpek”
Istilah “10 Mpek-mpek” muncul dalam persidangan kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Kali ini perkara berbeda, meskipun tetap pada proses sengkata Pilkada, yakni untuk Kabupaten Empat Lawang.
Kode 10 Mpek-Mpek merujuk pada permintaan uang sebesar Rp10 miliar.
Kasus ini terungkap saat terdakwa Muhtar Ependy, orang dekat Akil, didakwa menerima dan menyalurkan uang suap Rp16,427 miliar serta 816.700 dolar AS dari beberapa Pilkada, termasuk Palembang dan Empat Lawang, sekaligus melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dalam perkara Empat Lawang, Muhtar Ependy menjembatani komunikasi antara Budi Antoni (bupati terpilih) dan Akil Mochtar.
Lewat Muhtar, Akil meminta “10 Mpek-mpek” atau Rp10 miliar, yang diserahkan melalui Iwan Sutaryadi, Wakil Pimpinan Bank Kalbar PT BPD Cabang Jakarta, dengan Suzana Budi sebagai perantara.
Uang itu dikirim dalam dua koper pada 5 Juli 2013.
Tak berhenti di situ, Akil kemudian meminta tambahan Rp5 miliar, yang dibayarkan melalui metode serupa menggunakan dolar AS. Dengan uang tersebut, Akil membatalkan perhitungan suara sebelumnya dan menjadikan pasangan Budi Antoni–Syahril Hanafiah menang Pilkada dengan 63.027 suara.
“Papa Minta Saham”
Kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR RI, Setya Novanto dari Partai Golkar, menjadi salah satu skandal politik yang menyita perhatian publik pada 2015.
Novanto disebut meminta saham dalam pertemuan dengan PT Freeport Indonesia dengan mengaku mewakili Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian memicu laporan resmi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Pada 16 November 2015, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setya Novanto secara tertulis ke MKD DPR RI. Sidang MKD pun dimulai pada 2 Desember 2015, di mana Sudirman menyerahkan rekaman lengkap beserta transkrip percakapan antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin sebagai bukti pelanggaran.
Dari rekaman inilah kemudian muncul istilah 'papa minta saham'.
“Mas Menteri Core Team”
Istilah paling mutakhir yang muncul dalam pusaran isu korupsi pendidikan tinggi.
Istilah ini merujuk pada WA Grup yang bernama Mas Menteri Core Team.
Grup itu disebut sudah dibuat bahkan sebelum Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri, dan di grup itu pula diperbincangkan soal adanya program pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.
Dari sanalah kemudian Kemendikbudristek melakukan pengadaan laptop jenis Chromebook yang kemudian diusut oleh Kejagung.
Nadiem bersama 4 orang lainnya sudah menjadi tersangka dalam perkara ini.
(tam)




