MEGAPOLITIK.COM - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sempat menghadapi jalan panjang dan berliku dalam hal pembiayaan.
Awalnya, melansir dari china.aiddata.org, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) siap membiayai 75% proyek dengan bunga 0,1%, asalkan pemerintah Indonesia memberikan jaminan pembayaran pinjaman.
Namun, Presiden Joko Widodo menolak tawaran Jepang pada 2015 karena alasan potensi ledakan utang publik.
Sebagai alternatif, China mengajukan proposal lebih agresif.
Melalui China Development Bank (CDB), China menawarkan pinjaman dengan bunga 2% dan skema pembiayaan melalui special purpose vehicle (SPV), yang memungkinkan proyek berjalan tanpa menambah utang publik langsung.
Tawaran ini akhirnya disetujui dan menjadi fondasi pembiayaan proyek KCJB.
Konsorsium KCIC: BUMN Indonesia & China Bersinergi
Pada 16 Oktober 2015, terbentuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai joint venture antara BUMN Indonesia dan China.
Konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI), memiliki 60% saham, terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga.
Konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd memegang 40% saham.
Kemudian, 14 Mei 2017, CDB menyalurkan pinjaman sebesar $3,9675 miliar, terbagi menjadi tranche USD ($2,3805 miliar, bunga 2%) dan tranche RMB ($1,587 miliar, bunga 3,46%).
Pinjaman ini digunakan untuk membiayai kontrak EPC bersama tujuh BUMN Indonesia-China.
Total biaya proyek diperkirakan $5,29 miliar, dengan rasio 75:25 utang terhadap ekuitas. (Sumber: AidData China)