Senin, 3 November 2025

Gelombang Baru Perlawanan: Gen Z Tantang Rezim Tua dari Nepal hingga Nigeria

Sabtu, 1 November 2025 - 11:47

ANAK MUDA - Potret anak muda Nepal/ Unsplash

MEGAPOLITIK.COM -  Di era pasca-pandemi, satu generasi tampil sebagai penggerak utama perubahan sosial dan politik dunia: Generasi Z.

Lahir antara akhir 1990-an hingga pertengahan 2010-an, kelompok muda ini kini menjadi wajah baru perlawanan global — dari Kathmandu hingga Antananarivo, dari Jakarta hingga Lagos.

Dengan ponsel di tangan dan idealisme di dada, mereka menantang status quo: melawan korupsi, memperjuangkan iklim, dan menggugat “politik tua” yang dianggap gagal menjawab realitas zaman.

Gen Z Nepal: Demo dari Ponsel ke Jalanan

Di Nepal, protes yang awalnya hanya berseliweran di media sosial berubah menjadi gelombang nyata di jalanan Kathmandu.

Ribuan anak muda turun menolak praktik korupsi dan penyelewengan dana publik.

“Politisi lama hidup di masa lalu. Kami hidup di masa depan,” ujar Shristi Gautam (23), aktivis muda yang jadi simbol gerakan Enough is Enough, melansir The Guardian. 

Gerakan ini berhasil memaksa pemerintah meninjau ulang sejumlah proyek besar yang rawan korupsi — bukti bahwa tekanan digital kini bisa mengubah kebijakan negara.

Gen Z Madagaskar: Krisis Iklim Jadi Panggilan Moral

Sementara itu di Madagaskar, Gen Z berperang di garis depan isu krisis iklim.

Pulau yang semakin tergerus kekeringan memunculkan kelompok Youth for Climate Madagascar — komunitas muda yang mengorganisir aksi bersih pantai hingga kampanye global lewat TikTok dan Instagram.

Bagi mereka, aktivisme bukan sekadar turun ke jalan, tapi juga membangun kesadaran kolektif tentang tanggung jawab ekologis.

“Kalau kami diam, tak ada lagi masa depan yang bisa dinikmati,” kata Ravo Andrianina (19), salah satu koordinator aksi.

 

Gen Z Indonesia: Di Persimpangan Demokrasi dan Digitalisasi

Di Indonesia, gelombang Gen Z juga semakin terasa. Dari isu lingkungan di Kalimantan, korupsi di kampus, hingga politik uang di pemilu, mereka menggunakan media sosial sebagai “megafon rakyat”.

Kampanye digital seperti #ReformasiDikorupsi dan #TolakOmnibusLaw menunjukkan kemampuan mereka menggerakkan massa tanpa perlu struktur formal.

Namun di balik keberanian itu, mereka juga berhadapan dengan dilema: dunia digital yang mempermudah mobilisasi sekaligus membuka ruang represi siber dan disinformasi.

Politik Tua vs Politik Baru

Gelombang perlawanan Gen Z juga memperlihatkan benturan ideologis dengan generasi sebelumnya.

Kaum muda menolak politik transaksional dan retorika lama yang penuh kompromi.

Mereka menuntut transparansi, meritokrasi, dan kesetaraan.

Fenomena ini terlihat di berbagai negara:

  • Di Nigeria, gerakan #EndSARS yang digerakkan Gen Z mengguncang institusi kepolisian.
  • Di Iran, anak muda perempuan menantang represi moral lewat gerakan Woman, Life, Freedom.
  • Di Thailand, mereka menentang monarki absolut dan sensor politik.

Meski tiap negara punya konteks berbeda, benang merahnya jelas: ketidakpuasan terhadap elite tua dan keinginan membangun sistem baru yang lebih jujur, cepat, dan terbuka.

Aktivisme Digital, Perlawanan Tanpa Batas

Gen Z lahir di dunia di mana garis batas antara dunia nyata dan virtual sudah kabur. Mereka menggunakan meme, thread X, livestream, dan AI tools sebagai senjata politik.

Platform seperti TikTok, yang dulu dianggap tempat hiburan, kini berubah menjadi medan perang ideologi. Di tangan Gen Z, algoritma jadi alat advokasi.

Meski penuh semangat, tantangan Gen Z berikutnya adalah bagaimana mengubah protes menjadi kebijakan.

Gerakan digital butuh terjemahan konkret di parlemen, birokrasi, dan sistem hukum. (tam)

 

Populer
recommended
Jangan Lewatkan
Our Networks
Member of mediaemas.id