MEGAPOLITIK.COM - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mengeluarkan kebijakan baru yang mengimbau seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) muslim untuk mengikuti salat Subuh berjamaah setiap hari Jumat di masjid-masjid yang telah ditentukan.
Imbauan salat Subuh berjamaah untuk ASN Pemprov Jambi ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 4963/SE/BKD-5.3/VI/2025.
Kebijakan tersebut tidak hanya berlaku bagi ASN di lingkungan pemerintahan Pemprov Jambi, tetapi juga mencakup para pengawas dan kepala sekolah. Tujuannya adalah untuk mendorong pembinaan rohani sekaligus mendukung efisiensi anggaran operasional.
ASN Bekerja dari Mana Saja pada Hari Jumat
Sekretaris Daerah Jambi, Sudirman, menjelaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan arahan pemerintah pusat agar daerah dapat menekan pengeluaran kantor.
Karena itu, ASN diizinkan bekerja dari mana saja (work from anywhere/WFA) setiap hari Jumat.
"Surat edaran ini merupakan bagian dari upaya efisiensi, dan hanya ditujukan kepada ASN beragama Islam. Tidak ada unsur pemaksaan kepada pemeluk agama lain," kata Sudirman dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025), dikutip dari Tribunnews.
Gubernur Jambi, Al Haris, juga mengaitkan kebijakan ini dengan program Subuh Keliling yang telah menjadi bagian dari aktivitasnya sejak awal menjabat.
Kegiatan Alternatif bagi ASN Non-Muslim
Sementara itu, ASN yang beragama non-Islam diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan alternatif, seperti senam pagi, gotong royong, atau aktivitas kebugaran lainnya.
Pemprov Jambi menegaskan bahwa kebijakan salat Subuh berjamaah ini bukan bentuk intervensi agama, tetapi sebagai program untuk mengisi waktu kerja yang lebih fleksibel dengan kegiatan positif.
Kritik Setara Institute: Dinilai Langgar HAM dan Diskriminatif
Meski bertujuan efisiensi, kebijakan ini menuai kritik dari Setara Institute.
Peneliti Achmad Fanani Rosyidi menilai surat edaran tersebut bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia (HAM) karena menyentuh ranah kebebasan beragama dan berkeyakinan individu.
"Negara seharusnya tidak mengatur wilayah personal seseorang, khususnya terkait agama. Forum internum adalah hak mutlak yang tidak bisa diintervensi," ujar Fanani.
Ia juga menyoroti potensi diskriminasi karena negara dinilai memfasilitasi salah satu agama secara khusus.
"Meskipun tidak ada larangan eksplisit terhadap ASN non-Muslim, kebijakan ini tetap menimbulkan perlakuan berbeda antaragama," tambahnya.
Fanani mengingatkan bahwa kebijakan serupa semakin marak di beberapa daerah dan sering kali lahir dari kurangnya pemahaman kepala daerah atas batasan antara ranah pribadi dan publik.
Hal ini, menurutnya, berisiko memperkuat praktik diskriminatif dalam penyusunan kebijakan publik. (tam)